September 18, 2017

Komunikasi Efektif pada Anak



Assalamualaikum 

Pernah ga ketemu situasi seperti ini?
Ada seorang ibu, yang membawa 5 kue dan akan dibagikan di rumah, ada untuk suami, dan 3 anaknya (salah satu anaknya berumur 5 tahun). Nah si anak umur 5 tahun ini tiba tiba memakan begitu saja 3 kue, si ibu emosi dan berkata “Sudah!!! Ambil saja semuanya, habiskan saja sana!!”. Reaksi si anak? Bengong, bingung, tidak tahu harus bagaimana, dia pahamnya disana ada kue, dia makan sesuai porsinya, dan sekarang dia kekenyangan, mau menolak tapi liat wajah ibunya kok ngeri. Akhirnya si anak menangis, atau mungkin takut, atau mungkin juga jadi ikutan marah karena ga mau makan kue. 

Itu salah satu contoh situasi yang dijelaskan oleh ibu Indria Laksmi Gamayanti, saat saya menghadiri seminar Komunikasi Efektif pada Anak di Omah Perden. Situasi tersebut terjadi karena si anak yang berumur 5 tahun, sebenarnya masih memiliki pemikiran yang operasional konkrit. Bahwa, dia taunya ada kue dan dia lapar, seharusnya si ibu tidak langsung emosi, tetapi memberikan pengertian dan selanjutnya ada konsekuensi (karena si anak sudah 5 tahun), bahwa besok kalau ibu beli kue lagi, kamu tidak boleh makan dulu, karena hari ini sebagian kue milik yang lain sudah kamu makan. Bicara tenang tapi tegas, sampaikan ke anak, jangan keburu emosi.  


Tenang tapi tegas, hehehe, rasanya sulit ya, apalagi kalo kondisi hati juga sedang tidak enak. Itu juga yang berkali kali dibilang oleh suami saya, “bunda ga boleh emosi, bicara aja ke kakak dengan tenang, kakak sudah mengerti kok, ga perlu teriak teriak”. Beberapa hari ini saya terapkan ke Akta, ujung ujung nya Akta tanya “Mama sekarang lagi marah atau lagi tegas?” Hahahahaa, apakah ini berarti raut muka dan suara tegas saya masih beda tipis? Saat seminar, bu Gatma juga menjelaskan bahwa suara ayah memang memiliki timbre yang berat, berbeda dengan perempuan yang suaranya cempreng lemah lembut. Jadi, anak kalau sama ayahnya memang cenderung menurut, karena suaranya tegas tapi kalem.

Komunikasi itu adalah percakapan 2 arah, kalau cuman 1 arah namanya marah marah, LOL. Kadang kita kalau bicara kepada anak 1 dengan yang lain, pasti reaksi anaknya beda. Misalnya si ibu A menerapkan time out untuk anaknya dan berhasil, tapi si ibu B menerapkan time out kepada anaknya malah ga berhasil, padahal caranya persis banget seperti ibu A. kenapa? Ya karena anak anak itu unik, mereka berbeda satu sama lain. Apa penyebabnya? Ya mungkin perjalanan selama di perut (red:situasi saat hamil), perbedaan proses tumbuh kembangnya, atau juga mungkin umurnya berbeda. Oleh karena itu, kita harus paham, anak kita ini masuk tipe apa nih, kinestetik, audio, atau visual? 

Kalau Akta, dari kecil hingga sekarang, termasuk anak kinestetik. Sehingga saya kebanyakan mengarahkan beberapa hal pakai gerakan. Seperti mengenal warna, belajar huruf hijaiyah, kadang dulu saya ajak masak, main air, dsb. Kemudian saat masih PG, sering dapat cerita (bukan complain) kalau Akta di kelas gabisa diam, gerak terus, tapi dia dengerin gurunya, dan bisa menangkap omongannya. Awalnya saya kira semua anak seperti ini, sampai bertemu dengan tetangga saya, anaknya seumuran Akta. Umur 4 tahun sudah bisa baca tulis, mewarnainya sudah rapi, bisa mewarnai seperti gambar di sampingnya, misalnya rambut hitam, pohon hijau, dsb. Akta? Boro boro, dia masih main aja, disuruh ngaji lari lari, tapi dia kenal anak seluruh komplek karena suka main (PR banget, karena temennya jadi beraneka ragam, kosakatanya juga aneka ragam). Kemudian ada temen saya yang lain, dia cerita kalau anaknya itu suka sekolahan yang ada kursi mejanya, malah kalau diajak main yang kotor kotoran (outdoor) dia kurang suka. Saya seperti terselentik, walaahh ternyata beda beda ya, aku kira semua anak suka kotor kotoran. Hehehe. Akta beberapa bulan lagi 5 tahun, baca tulis pun belum bisa, sedangkan anak tetangga saya mungkin sudah bisa baca buku macam macam ya. Bingung? Iyaaa, hihi, tapi kata suami, Akta itu pasti bisa baca kok nanti, wong iqra aja udah iqra 3 dan sudah mulai baca huruf hijaiyah bagian BA BI BU. Dan sekarang, akhirnya saya kencengin lagi latihan pincergrasp nya, otot otot tangannya, karena begitu dia siap menulis, nanti otot tangannya sudah bagus. Dinding di rumah sudah saya tempelin kata kata, misalnya PI N TU, atau RAK atau LE MA RI. Jadi sudah bisa baca ? BELUM, hahaa. [help].Aspek dasar perkembangan anak itu ada beberapa bagian, jadi baca tulis itu adalah sebagian kecil dari perkembangan dibawah ini :

  • Perkembangan kognitif 
  • Perkembangan emosi
  •  Perkembangan social 
  • Perkembangan motoric (dasar dan halus) 
  • Perkembangan bahasa

Jadi, sebelum anak mengenal baca tulis, sudahkan mengenal aspek perkembangan yang lain? Sebaiknya orangtua, tidak terlalu mempush anaknya untuk hanya bisa baca tulis (noted banget buat saya). Nah, kemarin juga dijelaskan bagaimana berkomunikasi yang baik dengan anak, antara lain :

  • Gunakan bahasa yang sederhana dan singkat
Saat berbicara jangan pake bahasa yang panjang lebar. Misalnya, ayo kakak yang soleh, baik, dan pintar, sekarang kita makan dulu yuk. Bagi anak, itu adalah kalimat yang panjang, hehe, dan kata kata tersebut adalah kata kata yang abstrak. Jadi ga boleh? Boleeeh, menurut saya sih boleh, karena omongan itu juga bisa jadi doa, tapi seperlunya saja dan tidak usah sehari beberapa kali. Karena, anak malah jadi males. Akta juga kadang protes, “Mama kok manggil aku anak soleh? Ansol ansol, aku kan namanya AKTA” hehehe. Dulu saya nyengir aja dan menjelaskan bahwa itu doa buat kakak. Tapi setelah ikut seminar ini saya paham, bagi dia (di umur sekarang) kata kata itu abstrak, wkwkw.
  • Gunakan intonasi, volume suara yang menarik
Suara yang menarik bukanlah suara yang di cedal cedalkan ya, seperti ayoo mamam dulu, adek lucu aneett.
  • Saat bicara posisi sejajar dan lakukan kontak mata
Menurut saya ini penting banget. Menatap mata anak, ingatt dengan lembut, bukan tatapan tajam menusuk seolah menyalahkan anak. Saya pernah dengar, “Jangan jadikan anak merasa bahwa dia gagal atau dia penyebab semuanya”. Terutama untuk anak anak balita ya, yang masih dalam proses perkembangan semua aspek tumbang. Tapii ya susah juga sih ya, haha, saya kayaknya susah semua, tapi yuk berusaha lembut tanpa harus menghakimi, berusaha mengingatkan tanpa menghakimi.
  • Beri pancingan / reinforcement pada usaha anak untuk berkomunikasi
  • Ciptakan suasana yang menyenangkan, hangat dan menarik
Di akhir seminar, ada beberapa pertanyaan dari peserta, salah satunya mancep banget di kepala, dan kelar seminar buru buru saya sampaikan ke suami. Bahwa, anak itu tidak memiliki kewajiban untuk mengalah, kewajiban kita sebagai orangtua adalah mengajarkan dia untuk bertoleransi. Jadi, jangan sering bilang “kakak harus ngalah. Kan kakak sudah besar, udah mau SD lo, adik kan masih kecil”, bukan seperti itu, tapi “ayok kak berbagi sama adek mainannya” atau “kalo adik ga boleh yang ini, bolehnya yang mana?”. Kenapa? Karena nanti si kakak akan menganggap bahwa menjadi anak besar itu ga enak, selalu harus mengalah. Beneran terjadikah? Buat Akta iyaa, ada beberapa saat dia seperti itu, padahal sejak Kani lahir, kami jarang banget bilang "ngalah". Kalaupun Kani yang salah, ya yang ditegur dek Kani, bukan kakak. Untuk ceritanya, nanti di blogpost yang lain yaa. 

Btw, acara di Omah Perden kemarin seru banget, saya bisa mengikuti acara seminar dari awal sampai akhir dengan baik, special thanks to suami yang mau pulang minggu kemarin, padahal bukan jadwal pulang, jadi saya bisa me time sejenak. Omah perden adalah rumah stimulasi dan pengembangan diri di bawah naungan LPDK Kemuning Kembar. Lokasinya ada di depan persis siomay Kotabaru, jadi abis dari Omah Perden bisa mampir makan siomay. Loh??? Wkwkwk. Kemarin Alhamdulillah saya dapat 1 seat untuk trial, hehehe… thanks mba Cielaa. Loh dek Kani mau sekolah? Enggak sekolah sih, tepatnya mengajak dia beraktivitas, saya pengen tau aktivitas di lembaga seperti ini untuk seumuran Kani (1 tahun 1 bulan) seperti apa sih, dan ternyata seru loo, aktivitas lain akan saya tulis di blogpost lain yaa. 

Salam,
Rachma

9 comments:

  1. Tips yang menarik. Coba ah..
    Terimakasih sudah berbagi :)

    ReplyDelete
  2. Menohok sekali mbaa postingannya.. Hiks.aq masi suka marah2, ceramah kepanjangan, sering manggil ansol dan muji2 yg lain yg emang berlebihan x') makasi byk sharingnya mba, salam kenal. Msh harus banyak belajar

    ReplyDelete
    Replies
    1. dan ternyata memuji yang berlebihan ke anak memang ga baik ya mba :). sama sama belajar ya mba ^^

      Delete
  3. Mba Rachmaaa, postinganmu menohok syekalii..

    Aku lagi dalam tahap "nggak ngerti" sama 3 krucils di rumah. Huhuhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mba Cin,,, apalah dirimu yang 3, aku 2 aja juga masih ga kontrol, hehe. Semangat mamak idolaqueee

      Delete
  4. Thanks sharingnya mbak. Kalau ibu2 lg capek banget kdng suka keceplosan ngomongnya nada tinggi. Pengen jg sih menerapkan komunikasi efektif pd anak TFS

    ReplyDelete
  5. acaranya keren yah mbk. makasih udah sharing disini. aku jadi belajar banyak hal jga. noted. bsa nih d praktekin klo aku udh nikah bsok hehe

    ReplyDelete
  6. Teorinya aku udah tahu, tapi prakteknya susyah cinn. hiks tips buat prakteknya dong

    ReplyDelete

Biar aku bisa jalan jalan ke blogmu, silahkan tinggalkan komen di postingan ini yah