Kelas inspirasi. Saya mendengar
kata kata kelas inspirasi sejak tahun 2011 silam, pengen banget daftar tapi
selalu ketinggalan informasi. Tau tau udah ditutup pendaftaran dan kadang malah
tau tau informasi sudah selesai acaranya, hehe. Di Yogyakarta, kelas inspirasi
sudah diadakan sebanyak 5 kali sebelum tahun 2018, dan menjadi keenam kalinya
di tahun 2018. Kelas inspirasi 6 inilah yang menjadi pengalaman pertama saya
dalam bergabung di kelas Inspirasi bersama relawan lainnya.
Kenapa disebut relawan? Karena kelas
inspirasi ini adalah gerakan non-profit, kami sebagai para relawan pun tidak
dibayar dan siap merogoh kocek masing masing. Contoh paling sederhana, di KIY
(Kelas Inspirasi Yogyakarta) ada juga relawan dari Jakarta, Lampung, Bandung,
dan mereka merogoh kocek masing masing untuk harga tiket menuju lokasi di
Yogyakarta. Hebat ya, dan rata rata ini bukan pengalaman pertama kali, tapi
sudah yang kesekian kali, malah di rombongan saya sudah ada yang ikut kelas
insirasi di berbagai daerah sebanyak 15x, hihi, heran deh itu dapet ijin dari
kantornya gimana yak, LOL. Relawan di kelas inspirasi terbagi menjadi 3 tim,
tim pengajar, fotografer, dan videographer.
Saya kebagian di kelompok
pengajar SDN Parangtritis II di daerah Bantul bersama 9 relawan pengajar dan 2
fasilitator, plus 3 relawan fotografer dan videographer. Kami dari berbagai
macam profesi, ada banker, financial planner di kantor pemerintahan, illustrator,
HRD perusahaan swasta, trus ada yang dari bagian tekhnik (saya lupa nama
pekerjaannya, wkwkw, saya aja baru tau ada kerjaan begitu), arsitek, ada yang
dari perusahaan asuransi juga, dan saya sendiri sebagai staff pelayanan
pelanggan di kantor BUMN.
Pertama kali mengikuti kelas inspirasi ini jelas bingung, saya mau ngapain, daftar sih semangat 45 banget, tapi pas dapat email kalau lolos seleksi saya jadi bingung, sebenarnya saya mau ngapain sih. Kerjaan juga gini gini aja, lebih kerenan yang diluar sana, jadi ga ada yang bisa dibangga banggain, hehe. Sebelum mengajar, kami juga dikumpulkan dulu untuk briefing bersama relawan lainnya, dan makin keder lah saya, melihat yang lain sudah siap berbagi inspirasi, dan saya masih krik krik, mau bagi apaan. Setelah pembagian kelompok sampai menuju hari H, saya masih awang awangen mau ngapain di hari H. beberapa teman menyarankan untuk mebuat struktur BOMBER-B sesuai modul Kelas Inspirasi, tapi beberapa teman yang lain merasa BOMBER-B tidak terlalu berperan untuk mereka, karena situasi kelas yang menentukan. Mungkin untuk sebagian profesi, membuat BOMBER-B lebih mudah, terutama untuk profesi ahli seperti illustrator, arsitek, dll.
H-2 saya mulai mengobrak abrik
google, mencari contoh BOMBER-B yang ternyata masih lumayan sedikit, dan dari
sedikit itu Alhamdulillah bisa menjadi BOMBER-B saya sendiri. Nanti saya share
apa itu BOMBER-B dan BOMBER-B milik saya ya, siapa tau bisa menjadi gambaran
untuk para relawan lain.
Saat hari H, saya kebagian
jadwal di kelas 6 dan kelas 1, wah beda banget ya jarak kelasnya, hehe. Yang satu
sudah mau lulus, yang satu malah baru masuk sekolah. Sebelumnya, saya juga
sempat liat cerita relawan di sekolah lain tentang serunya aktivitas berbagi
inspirasi disana. Di tiap kelas kami diberi waktu kurang lebih 20 menit, tapi
ternyata di kelas 6 saya menghabiskan waktu setengah jam ! anak anaknya pada semangat
semua, saling sharing dan kebetulan memang dari pihak sekolah hanya memberikan
2 sesi kelas inspirasi di kelas 6, karena mereka harus fokus dengan persiapan
ujian nasional. Berbanding terbalik dari kelas 6, kelas 1 justru kebalikannya,
mereka sudah merengek minta pulang, haha. Sebelum saya masuk kelas, saya sudah
diwanti wanti relawan lain kalau anak anak kelas 1 pengen pulang.
Pusing? Ya iya dong
Mereka harusnya baru bisa
pulang setelah jam pelajaran selesai, tapi saat ini jam pelajarannya belum
selesai, masak ya saya iyain aja. Relawan fotografer di kelas 1 juga ga terlalu
bisa ambil foto terlalu banyak, karena anak anak heboh duluan liat kamera buat
foto foto. Wkwkw… perbandingannya anak anteng dan anak kinestetik di kelas 1
kayak 1:4 , alias anak kinestetiknya uakeh tenan. Awalnya saya pancing mereka
dengan ice breaking tepuk semangat, cerita cerita dan akhirnya mereka anteng
(selama beberapa menit), menit kemudian anak anak itu mondar mandir lagi
(emoticon nangis) haha. Menit kemudian nyanyi bareng, dan yang jalan jalan
seenaknya sendiri, saya yang duduk di kursi mereka dan saya minta mereka yang
cerita di depan, wkwkwk, trus mempan dong, haha. Akhirnya saya bisa jelasin
cerita di depan kelas, tentang apa? Yang pasti bukan tentang profesi saya, tapi
mengenai tempat saya bekerja. Seharusnya bisa dibikin kesepakatan di awal, tapi
dilihat lagi, kondisi kelas 1:4 alias anak antengnya cuman 1, dan yang
kinestetik ada 4 itu non sense banget, anak anak kinestetik itu yang bikin
kendali kelas ada di tangan mereka.
Setelah bercerita di depan
kelas, saya tepuk tepuk ice breaking lagi, dan anak anak diajak duduk di depan
kelas, hehe, trus saya bacakan buku cerita, LOL, Alhamdulillah pada anteng,
yang ga anteng mungkin 3 anak, dan 1 anak sepertinya dia ABK juga, karena
seperti punya dunia sendiri J tapi dia anteng kok. Begitu selesai bercerita,
kelas ditutup dengan penutup yang dibawakan oleh perwakilan kelas, dan kami
bagikan kertas untuk ditulis cita cita mereka. Dan surpriseee… beberapa
diantaranya belum bisa nulis, haha. Maafkan saya ya anak anak yang mungkin agak
tinggi ekspetasinya.
Mengajar di dua kelas berbeda
juga menyajikan dua cerita berbeda. Di kelas 6, saya cenderung lebih santai,
tapi mulutnya lebih banyak bercerita sampai serak. Di kelas 1, kesabaran saya
bener bener ditantang dengan challenge yang mungkin level 10000000, haha. Tapi saya
senang bisa tau sekolah mereka, karena di KIY 6 ini, tema yang diusung adalah
Kelas Inspirasi Yogya dengan Sejuta Pesona. Maksudnya, di balik pariwisata
Yogyakarta yang maju, mari kita tengok pendidikan di sekelilingnya, pasti ada
berbagai dampak yang ditimbulkan terutama dampak yang dirasakan oleh anak anak.
Selama mengajar saya juga sempat mendengar kata kata kasar yang diucapkan oleh
anak anak, padahal itu ga pantas sama sekali diucapkan oleh anak kecil. Darimana
mereka mendengar? Entahlah, tapi lingkungan mereka yang menyediakannya,
berbagai macam wisatawan dari berbagai umur, berbagai karakter yang mereka
lihat. Selain itu, sempat saya mendengar ada yang ingin menjadi satpol pp sing
bongkar omahe wong wong (red. yang membongkar rumah orang banyak), saat saya tanya
“memang rumah siapa yang dibongkar” dan dia menjawab “rumahku”, duuhh jadi
sedih banget. Ga hanya langsung dari anak anak, tapi dari pengajar sekolah kami
juga dapat cerita negative tentang anak anak disana, bagaimana sekolah masih
berupaya sekuat mungkin untuk membentengi anak anak, tapi ternyata lingkungan yang
menyediakan hal hal negative tersebut. Melihat orang dewasa berciuman bahkan
hal yang lebih bukan hal yang tabu lagi bagi sebagian besar mereka.
Sempat di kelas 6 saya titip
pesen, “Jadi kakak titip pesen saya, mau jadi seperti apapun kalian, yang
terpenting adalah tetap berusaha dan semangat untuk bermanfaat untuk orang
lain. Karena ga ada gunanya punya cita cita yang duitnya banyak, mewah rumahnya
tapi kita ga manfaat untuk orang lain. Dan karena kita hidup ga hanya mengejar
cita cita, tapi juga mengejar dunia di akhirat”. Dan setelah itu ada yang nulis
cita cita “bermanfaat bagi orang lain” wkwkw, disitu saya ngekek ngekek, di
satu sisi merasa gagal di sisi lain merasa, setidaknya mereka punya gambaran
yang bermanfaat itu seperti apa, hehe. Dan bayangkan kalau saya ngomong cuap
cuap di kelas 6, dan dicopy paste semuanya di kelas 1, mesti di kelas 1 yang
sudah BYE haha. Cuman senengnya pas saya mau pulang, anak anak kecil itu pada
minta supaya saya balik lagi ke sekolah mereka, hiks, maaf ya dek adek…kakak
belum bisa balik.
Tapi ga semua anak kelas 1 di
seluruh sekolah seperti yang saya ajar, di sekolah lain anak anak kelas 1 nya
sudah ada yang bisa duduk tenang, mengikut instruksi, dan secara ilmu
pengetahuan sudah setara anak kelas 3 SD. Siapa mereka? Banyak, biasanya di
sekolah yang kurikulumnya sudah lebih maju, dan standar masuk sekolahnya juga
sudah tinggi sakit banyak peminatnya. Dan menjadi relawan disini mengingatkan
akan 1 hal, yaitu nanti saat mencarikan SD untuk Akta bukan suatu yang remeh
temeh, karena dia akan 6 tahun di sekolah, jadi harus mencari sekolah yang
sesuai dengan dirinya, dan mencari sekolah yang bisa menerima Akta. Duuh moga
ketemu, amiin.
dan saya berdoa supaya bisa ikut lagi tahun depan, entah di kelas inspirasi atau di tempat yang lain. Doakan ya !
Credit photo :
Kak Chae
Credit photo :
Kak Chae
0 komentar:
Post a Comment
Biar aku bisa jalan jalan ke blogmu, silahkan tinggalkan komen di postingan ini yah